7 Tahun Sebelum Pemberontakan G30S, Soeharto Sempat Tanyakan Bahaya PKI, Ini Jawaban Soekarno

loading...
loading...
Sebuah rekaman video mantan Presiden RI kedua, Soeharto mengungkap sejarah soal pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) beredar di media YouTube.
Akun YouTube Giant Channel ID mengunggah video tersebut, dimana Soeharto yang mengenakan batik sedang berbicara di hadapan banyak orang.


Dalam rekaman, ia menceritakan ketika dirinya masih menjadi Panglima Perang divisi Diponegoro dan berbincang dengan Soekarno.

Saat itu ia berbincang soal paham nasionalis komunis (nasakom) dan agama yang diusung Soekarno.
"Ini sudah saya ketahui sejak tahun 1958, waktu saya jadi panglima Divisi Diponegoro. Waktu itu beliau mengunjungi daerah, Dalam rangka saya penguasa perang, saya mendampingi beliau di mobil," ungkap Soeharto.
"Lalu saya tanya, karena saat itu setelah pemilu dewan konstituante, saya tanya 'pak ini mengenai PKI di Jawa Tengah itu menang, apakah tidak membahayakan pancasila?" lanjut Soeharto.
"Lalu beliau menjawab, "kenyataannya PKI itu mendapat dukungan dari rakyatm kekuatan yang harus diperhatikan dan perhitungkan, lalu kita harus berjuang menjadikan PKI itu PKI pancasila," ucap Soeharto.
Soeharto pun bertanya, "Saya tanya apa mungkin pak?"
"beliau menjawab ini perjuangan bapakmu (Soekarno), serahkan pada saya, kamu gak usah turut-turut," ucap Soeharto menirukan perkataan Soekarno.
Dari jawaban itu, Soeharto memandang kalau Soekarno tak ingin menghilangkan PKI.
Apalagi, setelah konsep nasakom-nya itu telah digaungkan ke luar negeri lewat pidato Soekarno di Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB).
"Tahun 58 saya sudah menanyakan, kemudian terjadi G30S (tahun 1965). Tapi beliau masih mengatakan mengenai peristiwa 30 September dan meninggalnya jenderal dalam revolusi itu hanya hal yang kecil. Tapi menurut saya itu bukan hal yang kecil, bukan jenderalnya, tapi benar-benar PKI sudah mengancam pancasila," ungkap Soeharto.
Soekarno dan Marxisme
Dikutip dari Warta Kota, masih mengacu pada rekaman video itu, Soeharto memaparkan awal mula paham komunis masuk ke Indonesia.
Paham yang populer diterapkan sejumlah negara di kawasan Eropa Timur pada perang dunia kedua sekitar tahun 1939 hingga tahun 1945 itu dijelaskan Soeharto dimanfaatkan Soekarno untuk mempersatukan Indonesia.
"Bahwa saudara-saudara telah mengetahui bahwasanya walaupun toh sudah kembali kepada Undang-Undang Dasar 45, Pelaksanaannya sampai dengan tahun 65 tidak sesuai dengan apa yang tercantum dalam Undang-undang Dasar 45, khususnya dalam rangka melaksanaken, apa namanya, mungkin sudah melupakan konsep perjuangan Bung karno itu," jelasnya diawal rekaman.
"Bagaimana membawa daripada kelangsungan perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai situasi itu tadi. Dilihat dari segi ideologi, memang kita bisa mengerti, kenapa tidak bisa ditetapkan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar 45, baik mengenai lembaga-lembaga tinggi negaranya maupun juga kekuasaan daripada presiden, mandatoris dan lain sebagaimana lainnya itu," jelasnya.
Dalam penjelasannya terkait aksi G30SPKI, Bapak Pembangunan itu menjelaskan jika ideologi Marxisme yang dianut Bung Karno selama perang Kemerdekaan sangat baik.
Sebab konsep Marxisme yang diperoleh Bung karno ketika bertemu Ki Hajar Dewantara dan Semaun -Seorang tokoh yang aktif di Sarekat Dagang Islam sekaligus anggota dari ISDV, cikal bakal PKI- di rumah Tjokroaminoto atau lebih dikenal sebagai Dapur Revolusi Indonesia itu memberikan gagasan akan sebuah negara merdeka tanpa terbentur ras dan agama.
"Kenapa? sebenarnya Bung karno juga mengatakan kepada kita, dilihat dari segi ideologi, landasan perjuangan ideologi Bung karno itu sebenarnya marxis, marxisme, itulah landasan. Tapi yang diterapkan di Indonesia, marxisme yang diterapkan di Indonesia, selain dari marxisme yang diterapkan di Eropa Timur, di Moskow, di Rusia dan sebagainya," jelasnya.
Walau begitu, Soeharto menjelaskan jika paham marxisme yang dianut Bung Karno berbeda dengan pendirinya, yakni Karl Marx ataupun Josef Stalin yang dikenal lewat paham Marxisme–Leninisme yang menilai perbedaan sebagai potensi perpecahan.
Bung Karno justru merumuskan paham Marhaenisme untuk mempersatukan sekaligus mensejahterakan rakyat Indonesia.
"Perbedaannya apa? kalau marxisme leninisme sampai pada komunisme yang diterapkan di sana merupakan bentuk Perjaungan Kelas dari pada rakyat, jadi pada dasarnya merupakan kelompok yang tidak turut memiliki alat produksi apa itu pabrik , apa itu tanah, dan sebagainya itu tidak termiliki. merupakan kaum proletari sendiri, kaum Proletar yang di susun untuk meemgang kekuasaan, berlakulah diktator proletariat di negara-negara komunis," jelasnya.
"Sedangkan di Indonesia tidak demikian, walau kecil andilnya tetapi turut memiliki alat produksinya, ikut turut memiliki tanah,dan sumber daripada penghidupannya. Lah ini digambarkan oleh Bung karno sebagai seorang yang namanya Marhaen, Marhaen itu adalah seorang petani yang mempunyai sawah kecil dan sekarang, untuk menerapkan itu (marxisme) diterapkan seperti keadaannya si petani yang namanya Marhaen, marxisme yang diterapkan di Indonesia adalah marhaenisme.tetapi pada dasarnya adalah marxis, lewat pahamnya marxisme," tambahnya.
Oleh sebab itu, sejak Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pengangkatan Jenderal Soeharto sebagai pejabat Presiden RI menggantikan Presiden Soekarno hingga dirinya dilantik secara resmi pada tanggal 12 Maret 1967, Soeharto mengaku tidak menghilangkan paham marhaenisme dalam kepemimpinannya.
"Karena itu dalam mempraktekan mengenai setelah dekrit presiden, apa namanya, 5 Juli. Lah saya tidak meninggalkan jiwa dan semangat dari marxis itu, buktinya, buktinya apa, lantas saya mengembangkan daripada perjuangan beliau mengenai mempersatukan semua kekuatan dan ideologi, diajak semua kekuatan dan semua ideologi-ideologi itu dalam pesta satu meja,yang kemudian lantas bersama-sama untuk mencapai cita-citanya (persatuan Indonesia)," jelasnya.
Namun, tidak sejalan dengan mimpi Soekarno yang ingin mempersatukan rakyat Indonesia lewat marxisme, PKI justru diketahui melakukan pemberontakan pada tanggal 30 September 1965 atau lebih dikenal dengan nama Peristiwa G30SPKI. Gerakan yang senyatanya dibentuk Soekarno atas dasar paham Nasionalis, Agama dan Komunis atau Nasakom.
"Nah, dalam rangka inilah kemudian ada timbul Nasakom, nasionalis, komunis dan agama ini yang kemudian menjadi pusat dari kekuatan daripada Bung Karno," jelasnya.
loading...